Sabtu, 06 Juni 2015




Bismillah kita lihat al- quran kita pada surat al- baqoroh ayat 223, jika sesuai dengan apa yang saya publis di atas berarti al- quran kita sama. Tiada perbedaan sedikitpun sebagaimana tuduhan murahan yang selalu di lemparkan atas syiah.

Kita lihat arti dari ayat tersebut maka kita akan menemukan perbedaan penafsiran antara syiah dan sunni, sunni secara jelas dan terbuka menafsirkan ANNA pada ayat tersebut dengan KAIFAH (bagaimana) sementara syiah menafsirkan ANNA disitu dengan MATA (kapan). Kita tahu azbabun nuzulnya ayat yang kita bahas, yakni mengenai masalah umar bin khattab yag mendatangi isterinya dari belakang, ada juga riwayat lain yang memaparkan kepada kita akan azbabun nuzulnya ayat tersebut, yakni berkenaan dengan pernyataan yahudi yang memfonis JULING atas anak dari hasil hubungan badan melalui belakang.  Lengkapnya begini

Dari Jabir, berkata: orang-orang Yahudi beranggapan “apabila menggauli istrinya dari belakang ke farjinya, maka anaknya akan lahir bermata juling”. Lalu Allah menurunkan ayat tersebut

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Tirmidzi dari Ibnu Abbas, berkata: Umar suatu ketika datang menghadap Rasulullah Saw dan berkata: “Ya Rasulullah, celakalah saya! “Nabi bertanya: “apa yang menyebabkan kamu celaka?” Ia menjawab: aku pindahkan ‘sukdufku’ (berjimak dengan istri dari belakang) tadi malam.” Nabi Saw Terdiam dan turunlah ayat ini yang kemudian beliau lanjutkan: “Berbuatlah dari muka ataupun dari belakang, tetapi hindarkanlah dubur (anus) dan bilamana istri sedang”.

Yang saya permasalahkan disini adalah:
Pertama: apaakah kita harus mengiakan penafsiran yang nyeleneh hanya demi  membersihkan  nama orang yang kita anggap sebagai orang yang agung? Atau anggaplah benar bahwa ANNA pada ayat tersebut tafsirannya adalah KAIFAH (Bbagaimana) tapi apakah tafsiran tersebut tidak mendukung aksi porno? Sebab jika ada pernyataan BAGAIMANA maka akan tumbuh pernyataan DARIMANA jadi seakan tafsirannya adalah MAKA DATANGILAH ISTERIMU BAGAIMANA SAJA YANG KAMU MAU sama halnya dengan MAKA DATANGILAH ISTERIMU DARIMANA SAJA YANG  KAMU MAU. Sekalipun ANNA pada ayat tersebut tidak di tafsirkan dengan MIN AINA (dari mana) tetap saja munculnya pradigma akan seperti itu sebab sudah di dahului KAIFAH (bagaimana)

Kedua: Kita juga iakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan peristiwa umar, sehingga anna disitu tafsirannya harus KAIFAH (bagaimana) dan bukan MATA (kapan) sebagaimana pihak syiah menafsirkan, sehingga kita bebas bersuka ria dengan isteri kita, tapi apakah islam tidak mengatur atau menentukan etika dalam bergaul dengan isteri kita? Apakah hokum islam belum lengkap sebelum ada seseorang  yang melalukan kesalahan? Atau apakah islam harus menunggu seseorang melakukan perbuatan yang salah dan baru setelah itu hokum di tentukan?  Apakakah hokum islam tergantung pada perbuatan manusia ataukah perbuatan manusia itu sendiri yang bergantung pada hokum islam? Apakabar demikian?

Ketiga: anggaplah betul bahwa ANNA pada ayat tersebut  tafsirannya adalah KAIFAH (bagaimana) sebagai  pembelaan Tuhan atas perbuatan Umar atau Keridhaan Tuhan atas perbuatan Umar, tapi kenapa ayat lain berkata WA’ASYIRUHUNNA BIL  MA’RUF (dan gaulilah isterimu dengan sebaik-baiknya) disitu Allah menyatakan sebaik-baiknya. Maka kenapa umar mengatakan celaka atas perbuatannya jika memang umar menggauli isterinya dengan baik, ok, begini, umar berkata kepada rasul “Ya Rasulullah, celakalah saya! “Nabi bertanya: “apa yang menyebabkan kamu celaka?” Ia menjawab: “aku pindahkan ‘sukdufku’ (berjimak dengan istri dari belakang)”.. disini saya menggambarkan umar melakukan kesalahan besar pada isterinya, mendatangi dari belakang sehingga ia mengatakan CELAKA sebab UMAR tidak akan mengatakan CELAKA jika umar bin khattab tidak mengatakan AKU PINDAHKAH, jika kita teliti dan mengkaji kalimat PINDAHKAN pada pernyataan umar bin khattab maka kita akan menemukan jawaban bahwa yang di sebut PINDAHKAN adalah berpindahnya satu benda dari satu tempat ketempat lain.  Jika PINDAHKAN hanya di tafsirkan DARI BELAKANG sebagaimana tulisan dalam kurung, saya rasa itu presepsinya orang gila.

Terakhir jika ANNA tafsirnya haruslah  KAIFAH (bagaimana) maka anak kerapun akan tertawa, sebab begitu rendahnya kaum adam yang memperlakukan kaum hawa sesuka hati, siapakah yang tak bisa membedakan BAGAIMANA SAJA dan KAPAN SAJA? Jika kita mengambil tafsiran yang KAPAN SAJA, maka kita mengembalikan hak perempuan yang harus kita hormati, tapi jika kita menelan tafsiran BAGAIMANA SAJA tanpa kita teliti maka sama hanyalnya kita menempatkan perempuan pada tingkatakan binatang. Toh namanya juga BAGAIMANA SAJA.

Akhir kata saya tegaskan, tulisan saya yang  mengambil kisah umar bin khattab sebagai rujukan azbabun nuzul ayat 223 dari surah al- baqoroh bukanlah sasaran mpuk untuk anda vonis saya sebagai orang yang tidak suka persatuan. Maka dari itu saya katakana SAYA MENULIS BUKAN UNTUK DI PERDEBATKAN TAPI MARILAH KITA KAJI BERSAMA SEHINGGA KITA MENEMUKAN KEBENARAN.


WAS SALAM.. HASAN FUAD HAIDAR.

0 komentar :

Posting Komentar