Bismillah kita lihat al- quran kita pada surat al- baqoroh
ayat 223, jika sesuai dengan apa yang saya publis di atas berarti al- quran
kita sama. Tiada perbedaan sedikitpun sebagaimana tuduhan murahan yang selalu
di lemparkan atas syiah.
Kita lihat arti dari ayat tersebut maka kita akan menemukan
perbedaan penafsiran antara syiah dan sunni, sunni secara jelas dan terbuka
menafsirkan ANNA pada ayat tersebut dengan KAIFAH (bagaimana) sementara syiah
menafsirkan ANNA disitu dengan MATA (kapan). Kita tahu azbabun nuzulnya ayat
yang kita bahas, yakni mengenai masalah umar bin khattab yag mendatangi
isterinya dari belakang, ada juga riwayat lain yang memaparkan kepada kita akan
azbabun nuzulnya ayat tersebut, yakni berkenaan dengan pernyataan yahudi yang
memfonis JULING atas anak dari hasil hubungan badan melalui belakang. Lengkapnya begini
Dari Jabir, berkata: orang-orang
Yahudi beranggapan “apabila menggauli istrinya dari belakang ke farjinya, maka
anaknya akan lahir bermata juling”. Lalu Allah menurunkan ayat tersebut
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Tirmidzi dari Ibnu
Abbas, berkata: Umar suatu ketika datang menghadap Rasulullah Saw dan berkata:
“Ya Rasulullah, celakalah saya! “Nabi bertanya: “apa yang menyebabkan kamu
celaka?” Ia menjawab: aku pindahkan ‘sukdufku’ (berjimak dengan istri dari
belakang) tadi malam.” Nabi Saw Terdiam dan turunlah ayat ini yang kemudian
beliau lanjutkan: “Berbuatlah dari muka ataupun dari belakang, tetapi
hindarkanlah dubur (anus) dan bilamana istri sedang”.
Yang saya permasalahkan disini adalah:
Pertama: apaakah kita harus mengiakan penafsiran yang
nyeleneh hanya demi membersihkan nama orang yang kita anggap sebagai orang
yang agung? Atau anggaplah benar bahwa ANNA pada ayat tersebut tafsirannya
adalah KAIFAH (Bbagaimana) tapi apakah tafsiran tersebut tidak mendukung aksi
porno? Sebab jika ada pernyataan BAGAIMANA maka akan tumbuh pernyataan DARIMANA
jadi seakan tafsirannya adalah MAKA DATANGILAH ISTERIMU BAGAIMANA SAJA YANG
KAMU MAU sama halnya dengan MAKA DATANGILAH ISTERIMU DARIMANA SAJA YANG KAMU MAU. Sekalipun ANNA pada ayat tersebut
tidak di tafsirkan dengan MIN AINA (dari mana) tetap saja munculnya pradigma
akan seperti itu sebab sudah di dahului KAIFAH (bagaimana)
Kedua: Kita juga iakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan
peristiwa umar, sehingga anna disitu tafsirannya harus KAIFAH (bagaimana) dan
bukan MATA (kapan) sebagaimana pihak syiah menafsirkan, sehingga kita bebas
bersuka ria dengan isteri kita, tapi apakah islam tidak mengatur atau menentukan
etika dalam bergaul dengan isteri kita? Apakah hokum islam belum lengkap
sebelum ada seseorang yang melalukan
kesalahan? Atau apakah islam harus menunggu seseorang melakukan perbuatan yang
salah dan baru setelah itu hokum di tentukan? Apakakah hokum islam tergantung pada perbuatan
manusia ataukah perbuatan manusia itu sendiri yang bergantung pada hokum islam?
Apakabar demikian?
Ketiga: anggaplah betul bahwa ANNA pada ayat tersebut tafsirannya adalah KAIFAH (bagaimana) sebagai pembelaan Tuhan atas perbuatan Umar atau Keridhaan
Tuhan atas perbuatan Umar, tapi kenapa ayat lain berkata WA’ASYIRUHUNNA
BIL MA’RUF (dan gaulilah isterimu dengan
sebaik-baiknya) disitu Allah menyatakan sebaik-baiknya. Maka kenapa umar
mengatakan celaka atas perbuatannya jika memang umar menggauli isterinya dengan
baik, ok, begini, umar berkata kepada rasul “Ya Rasulullah, celakalah saya!
“Nabi bertanya: “apa yang menyebabkan kamu celaka?” Ia menjawab: “aku pindahkan
‘sukdufku’ (berjimak dengan istri dari belakang)”.. disini saya menggambarkan
umar melakukan kesalahan besar pada isterinya, mendatangi dari belakang
sehingga ia mengatakan CELAKA sebab UMAR tidak akan mengatakan CELAKA jika umar
bin khattab tidak mengatakan AKU PINDAHKAH, jika kita teliti dan mengkaji
kalimat PINDAHKAN pada pernyataan umar bin khattab maka kita akan menemukan
jawaban bahwa yang di sebut PINDAHKAN adalah berpindahnya satu benda dari satu
tempat ketempat lain. Jika PINDAHKAN
hanya di tafsirkan DARI BELAKANG sebagaimana tulisan dalam kurung, saya rasa
itu presepsinya orang gila.
Terakhir jika ANNA tafsirnya haruslah KAIFAH (bagaimana) maka anak kerapun akan
tertawa, sebab begitu rendahnya kaum adam yang memperlakukan kaum hawa sesuka
hati, siapakah yang tak bisa membedakan BAGAIMANA SAJA dan KAPAN SAJA? Jika
kita mengambil tafsiran yang KAPAN SAJA, maka kita mengembalikan hak perempuan
yang harus kita hormati, tapi jika kita menelan tafsiran BAGAIMANA SAJA tanpa
kita teliti maka sama hanyalnya kita menempatkan perempuan pada tingkatakan
binatang. Toh namanya juga BAGAIMANA SAJA.
Akhir kata saya tegaskan, tulisan
saya yang mengambil kisah umar bin
khattab sebagai rujukan azbabun nuzul ayat 223 dari surah al- baqoroh bukanlah
sasaran mpuk untuk anda vonis saya sebagai orang yang tidak suka persatuan.
Maka dari itu saya katakana SAYA MENULIS BUKAN UNTUK DI PERDEBATKAN TAPI
MARILAH KITA KAJI BERSAMA SEHINGGA KITA MENEMUKAN KEBENARAN.
WAS SALAM.. HASAN FUAD HAIDAR.
0 komentar :
Posting Komentar