Ibnu Hajar berkata, “Karena kebanyakan perowi yang membenci Ali (nawashib) itu terkenal jujur dan konsisten berpegang teguh dengan agama, berbeda dengan mereka yang di sifati dengan kerofidhian, kebanyakan dari mereka adalah pembohong dan tidak berhati-hati dalam menyampaikan Khabar (hadis)!!.”
Dalam hal ini Anda tidak perlu heran, karena komunitas yang telah memberi peluang untuk kaum Nahwashib agar melebur dalam tubuh komonitas Muslim Sunni dan bagaimana mereka memberikan pujian kepada mereka dan membela sikap-sikap mereka tanpa memilah antara gembong seperti Mu’awiyah, ‘Amr ibn al ‘Ash, Marwan dkk, dan mereka yang menjadi korban penyesatan mereka, pastilah akan melihat bahwa kejujuran adalah bagian tak terpisahkan dari kaum Nawashib.
Demikian juga halnya dengan sikap sinis terhadap Syi’ah dan vonis berat yang di jatohkan ke atas mereka, berbeda dengan mereka yang di sifati kerofidhian,kebanyakan dari mereka adalah pembohong dan tidak berhati-hati dalam menyampaikan khabar (hadis)!! Bahkan Adz Dzahabi terang-terangan mengatakan, “Dan saya tidak mengetahui seseorang pun dari mereka yang jujur dan terpercaia, justru kebohongan adalah baju mereka, taqiyah dan kemunafikan adalah selimut mereka, lalu bagaimana hadis mereka dapat di terima?! tidak sekali lagi tidak… (Mizan al I’tidal. 1,118 ketika membicarakan biodata Aban ibn Taghlib)
jadi, jangan habiskan waktu anda untuk menunggu mereka memberikan kesaksian baik untuk kamu syi’ah!! itu saran saya.
Contoh “kejujuran” Para Pendekar Sunnah
Dalam kesempatan ini saya hanya akan mengabar-gembirakan para pembaca dengan data “kejujuran para perowi jujur terpercaia”, Pendekar sunnah dan pemberangus bid’ah yang di sebut-sebut Ibnu Hajar dengan “kebanyakan perawi yang membenci Ali (nawashib) itu terkenal jujur dan konsisten berpegang teguh dengan agama”. Dia adalah Al Mush’abi ahmad ibn Muhamaad Ibn ‘Amr ibn Mush’ab al Marwazi.
Al Dzahabi menyebut dan memujinya dalam mizan i’tidal nya dengan berbagai pujian. kemudian ia menyebut komentar ad Dar Quthni sebagai berikut, “Ia (al Mush’abi) adalah seorang hafidz, manis tutur katanya,konsisten dalam sunnah dan memberantas kaum pembid’ah, tetapi ia sering memalsu hadis” hehe lucu di puji tapi di jetak
sekarang kita simak komentar ibn hibban: Ibnu Hibban berkomentar, “Dia termasuk yang sering memalsu matan (teks) hadis dan membolak balikan sanad. mungkin ia telah membolak-balikan sanad dari orng-orng tsiqoh lebih dari sepuluh ribu hadis. tiga ribu di antaranya telah saya tulis. Dan di akhir hayatnya ia mengaku-ngaku punya guru-guru yang tidak pernah ia jumpai. Aku bertanya kepadanya siapakah guru anda yang paling terdahulu? ia mengatakan Ahmad ibn Yasar. kemudian ia meriwayatkan dari Ali ibn Kharsyram, maka aku menegurnya dan ia pun menulis sepucuk surat meminta maaf padahal dia ini paling teguhnya orang di zamannya dalam berpegang teguh dengan sunnah, paling ngerti, paling membela sunnah dan paling getol dalam memerangi yang menyalahinya. kami memohon dari Allah agar ditutupi kesalahan kami.. (Baca tadzrikh al huffadz. 3,803-804 ketika membicarakan biodata al mush’abi al hafidz)
Disini saya tidak akan menuliskan komentar apapun, saya serahkan sepenuhnya kepada Anda dalam menilai kejujuran sang “Pendekar sunnah” kita yang satu ini. Dan yang perlu anda ketahui bahwa Al Mush’abi bukan satu-satunya perowi “jujur”! Banyak alumni Madrasah kejujuran yang juga tidak kalah “jujurnya” dengan Al Mush’abi, sengaja tidak saya sebutkan, karena saya khawatir merusak kepercayaan pembaca yang sudah terlanjur mapan!
pendekar sunnah kedua, yang layak di banggakan “kejujurannya” adalah Hariz ibn Utsman al Himshi.
siapakah Haris Ibn Utsman al Himshi ini, yang begitu di sanjung dan di percaya ahli hadis sunni, sampai-sampai ketika di tanya tentangnya, Imah Ahmad ibn Hanbal mengatakan “ia tsiqoh, ia tsiqoh, ia tsiqoh. Tiga kali di tegaskan, tidak cukup hanya sekali! (tahdzib al kamal. 5175.)
pasti anda yakin bahwa dia adalah salah satu wali Allah di muka bumi ini yang karena kesalehannya Allah swt berkenan menurunkan rahmat-Nya atas penduduk Bumi!!
tentu anda ingin tahu, dzikir dan wiridan apa yang menjadi kebiasaannya setelah salat dan di waktu-waktu senggangnya?
ikuti laporan para Ulama di bawah ini.
Di tanyakan kepada Yahya ibn Shaleh, “Mengapa anda tidak menulis hadis dari Hariz? ia menjawab, “Bagaimana aku sudi menulis hadis dari seseorang yang selama tujuh tahun aku shalat bermsamanya, ia tidak keluar dari masjid sebelum melaknat Ali tujuh puluh kali.” (tahdzib al tahdzib.2,209; tarikh Damaskus.12,349.)
Inilah “wirid” andalan Hariz!!
Dan untuk mengisi waktu senggangnya, seperti di laporkan ibn Hibban , “ia selalu melaknat Ali ibn Abi Thalib ra. tujuh puluh kali di pagi hari dan tujuh puluh kali di sore hari”. ketika ia di tegur, ia mengatakan, “Dialah yang menebas kepala-kepala leluhurku. ” (al majruhun.1,268.)
tentang “kejujuran tutur katanya”, Ismail ibn Iyasy melaporkan, ia berkata, “Aku mendengar Hariz ibn Utsman berkata, “Hadis yang banyak diriwayatkan orang dari Nabi bahwa sannya beliau bersabda kepada Ali, “Engkau di sisiku seperti kedudukan harus di sisi Musa”, itu benar tapi pendengarnya salah dengar. Aku bertanya, ” Lalu redaksi yang benar bagaimana? ia berkata, “Engkau disisiku seperti kedudukan Qorun di sisi Musa”. Aku bertanya lagi, “Dari siapa kamu meriwayatkannya?” ia berkata, “Aku mendengar Walid ibn Abd. Malik mengatakannya di atas mimbar”. (tahdzib al tahdzib.2,209; tahdzib al kamal.5,577, Tarikh baghdad.8,268; dan tarikh Damaskus.12,349)
Azdi juga melaporkan kepada kita “Hariz meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. hendak menaiki baghelnya datanglah Ali lalu melepaskan pelananya agar nabi jatuh.”
Al Jauhari juga melaporkan kepada kita dengan sanadnya bersambung kepada Mahfudz, ia berkata, “Aku bertanya kepada yahya ibn shaleh al Wahadzi, kamu telah meriwayatkan dari para guru sekeliber Hariz, lalu mengapakah kamu tidak meriwayatkan dari Hariz? ia berkata, Aku pernah datang kepadanya lalu ia menyajikan buku catatannya, lalu Aku temukan di dalamnya, si fulan telah menyampaikan hadis kepadaku dari fulan…. bagwa Nabi saw. menjelang wafat beliau berwasiat agar tangan Ali bin Abi Thalib di potong”. maka aku kembalikan buku itu dan aku tidak menghalalkan diriku mengambil riwayat darinya!! (Syarah nahjul balaghah; ibnu Abi al Hadid al Mu’tazili 4,70)
Inilah “kejujuran tutur kata” kaum nawashib yang di banggakan ibnu hajar dan juga rekan-rekan ulama sunni lainnya. dan untuk melengkapi informasi dalam hal ini, saya akan tambahkan komentar para pakar hadis sunni tentang kejujuran dan ketsiqahan Hariz ibnu Utsman.
Pertama-tama saya ingin sampaikan bahwa, sebagai penghargaan atas kejujurannya, Imam bukhori tidak mau ketinggalan menghiasi kitab shihnya dengan meriwayatkan hadis dari Hariz, begitu juga dengan para penulis buku hadis Shahih lainnya. (baca sahih bukhori, kitabul Manaqib, bab shifatunnabi saw. dan pada waktu yang sama ia tidak sudi meriwayatkan hadis dari imam ja’far ash shadiq as. karena ia menyangsikan kejujurannya!)
Ibnu Hibban berakata, “Dia adalah seorang da’iyah (penganjur) kepada madzhabnya…. yakni kebencian kepada ahlulbait as.
Ahmad berkata, “Hariz sohih hadisnya, hanya saja ia mencaci maki Ali” dalam kesempatan lain ia berkata, “ia sangat handal, tsabtun, dan sangat membenci Ali.
Dan selain apa yang saya sebutkan masih banyak komentar lain sengaja saya tinggalkan.
Dari sini dapat anda maklumi bahwa tidaklah benar kita berspikulasi dalam agama dengan mengandalkan keterangan dan hukum (penilaian) para ahli hadis dan ulama jarh wa ta’dil, sebab kriteria yang di jadikan patokan dalam penilaian tsiqah, jujur terpercaya atau tidaknya seorang perowi seperti telah anda ketahui bersama.
tulisan di atas sata ambil dari buku SUDAHKAH MEMBAYAR UPAH NABI?
karya ustad Ali Umar al- habsyi..
salam..... Hasan Fuad Haidar
0 komentar :
Posting Komentar